Ketapang, RM Kalbar - Sebuah perusahaan di Kabupaten Ketapang menghadapi gelombang opini publik yang menentang aktivitas operasional mereka...
Ketapang, RM
Kalbar - Sebuah perusahaan di Kabupaten Ketapang menghadapi gelombang opini publik yang menentang aktivitas operasional mereka. Sekelompok warga mengklaim bahwa kegiatan perusahaan telah "merusak makam leluhur dan keramat" dan mengganggu tempat ziarah yang dianggap sakral.
Di lansir dari dari beberapa media memberitakan bahwa terjadi penolakan dan perlawan dari sekelompok warga terhadap kegiatan perusahaan yang saat ini sedang berinvestasi di wilayah Desa Pesaguan Kiri, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
Ada 2 Perusahaan yang disebut-sebut yakni: PT Sigma Prima Indonesia (PT SPI) dan PT Tri Sigma tampaknya sedang menghadapi masalah terkait aktivitasnya yang dianggap meresahkan warga setempat, terutama karena aktivitas yang dianggap mengganggu situs keramat dan kuburan.
Masalah yang timbul:
Sekelompok warga mengklaim PT SPI bersama PT Tri Sigma dituduh melakukan aktivitas tanpa pemberitahuan kepada masyarakat, yang berujung pada keresahan warga. Atas keresahan tersebut warga sempat melakukan tindakan protes dengan memasang spanduk dan portal yang melarang aktivitas kedua perusahaan di area tersebut.
Namun, fakta menarik terungkap. Menurut sumber terpercaya dan penelusuran lapangan, tempat ziarah yang dipermasalahkan tersebut justru baru muncul dan berkembang setelah perusahaan mulai beroperasi di wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai motif sebenarnya di balik penolakan tersebut.
"Kami merasa ada yang janggal. Kenapa baru sekarang, setelah perusahaan berjalan, isu ini muncul?" ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan bahwa sebelum ada aktivitas perusahaan, tidak ada catatan atau bukti mengenai keberadaan tempat ziarah tersebut.
Beberapa pihak menduga bahwa ada kepentingan tersembunyi di balik upaya penggiringan opini ini. Spekulasi yang beredar menyebutkan adanya persaingan dan kepentingan sekelompok oknum atau upaya pemerasan terhadap perusahaan.
Penjelasan Perusahaan
Pihak SPI saat dihubungi membantah klaim dan tuduhan yang tidak mendasar, berdasarkan fakta awal dari dokumentasi yang diambil menggunakan "foto drone" menunjukan bahwa di lokasi tersebut adalah areal perkebunan kelapa, dan semak belukar.
" Foto drone kami ambil sebelum project perusahaan melakukan aktivitas pekerjaan, jadi statemen makam dijadikan tempat ziarah selama puluhan tahun itu tidak benar, " terang orang lapangan dari perusahaan. Senin(13/10/2025).
Tokoh Agama
Seorang tokoh agama setempat, mengatakan, bahwa tidak ada makam keramat di lokasi area tersebut.
" Makam yang ditemukan di area pekerjaan itu bukan makam keramat, dikarenakan makam tersebut seperti nama, silsilah, ketokohannya, jasa dan pengaruh terhadap masyarakat tidak ada yang mengetahui. Jadi, makam yang ditemukan di area tersebut masih belum bisa dibuktikan *kekeramatannya,* "kata tokoh agama yang tidak mau namanya disebutkan.
Spekulasi
Ada spekulasi dari warga menurut berita yang beredar menyebutkan bahwa akibat aktivitas operasional alat berat perusahaan telah merusak makam dan nisan. Namun hal tersebut menurut tokoh agama, nisan tersebut sudah rusak/patah jauh sebelum perusahaan melakukan aktivitas.
Selain itu, dari berita yang beredar ada klaim bahwa perusahaan melakukan pembakaran, akan tetapi pembakaran yang terjadi dilakukan oleh rombongan kelompok oknum warga yang belum diketahui motif dan tujuannya. Menurut informasi yang didapat pihak perusahaan hal itu dilakukan adalah untuk menyudutkan perusahaan. " Bisa dibuktikan dengan dokumentasi foto dan video yang ada di tim keamanan perusahaan, "ujar humas perusahaan sambil menunjukan foto dari ponselnya.
Terkait adanya pemortalan dari kelompok warga karena adanya kaitan dengan penemuan makam, hal itu juga tidak benar, yanggg sebenarnya adalah untuk menghalangi kegiatan perusahaan secara umum.
Hutan Mangrove
Pemberitaan yang beredar bahwa ada hutan mangrove yang dirusak akibat kegiatan perusahaan, hal itu juga dibantah oleh pihak perusahaan. Lahan yang saat ini dikerjakan adalah milik masyarakat yang sudah dibebaskan atau dibeli oleh perusahaan.
" Jadi berita yang beredar di media bahwa lahan tersebut adalah hutan mangrove itu tidak benar, hal itu bisa dibuktikan dengan surat keterangan tanah yang sudah diterbitkan oleh desa Pesaguan Kiri dari sejumlah nama, yang diperuntukan sebagai lahan perkebunan kelapa dari pemilik lahan Masing-masing, "jelas pihak perusahaan.
"Klaim bahwa kehilangan mangrove berdampak langsung pada penurunan stok ikan adalah klaim yang tidak mendasar, karena lahan tersebut bukan hutan mangrove. Terkait klaim kerentanan garis pantai terhadap gelombang besar juga tidak mendasar, karena sesuai arahan dan aturan dinas lingkungan hidup terkait zona sempadan adalah 100 meter dari garis pantai dan 50 meter, "sambungnya.
Perusahaan Kantongi Izin
Pihak perusahaan juga menjelaskan kalau pihaknya sudah memiliki legalitas atau perizinan, diantaranya: 1 PKPLH(persetujuan lingkungan), 2. Amdal SPI, 3.SK Bupati, 4.Surta rekomendasi Dishub-pemeriharaan alur Sungai Pesaguan, 5. Surat Rekomendasi PUPR-PKPLH, 6. UKL-UPL Area pengerukan dan Disposal, 7. SK PK PPR(Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), 8.Sertifikat Standar Aktivitas Pengerukan, 9. Sertifikat Standart Penyiapan Lahan Disposal /Area Dumping, 10. BA Rekomendasi Dinas Navigasi Kalbar, 11. BA Rekomendasi Kantor Syahbandar/KSOP Ketapang, 12.Surta Persetujuan Verifikasi SIKK, 13.SIKK(Surat Izin Kegiatan Kerja Keruk).
Kemudian perusahaan juga sudah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada kelompok nelayan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama di kantor desa Pesaguan Kiri dan di Kantor Perhubungan. Serta telah memberikan kontribusi bantuan CSR kepada masyarakat, seperti bantuan pembangunan Masjid Fathurahman, bantuan perayaan Maulid, Bantuan perayaan Hari Raya Idul Adha hewan kurban di desa Pesaguan Kiri serta perekrutan tenaga kerja lokal dari Pesaguan Kiri.
Keterangan Kades Pesaguan Kiri
Sementara Kepala Desa Pesaguan Kiri, M Amin saat di konfirmasi membenarkan adanya sekelompok warga yang melakukan pemortalan di sungai Parit Kongsi. Menurut Kades, bahwa Terkait makam pertama kali ditemukan oleh Sunardi dari pihak perusahaan.
" Penemuan makam itu adalah dari pihak perusahaan, yang saat itu diinformasikan kepada pihak desa, saya yang ditelpon. Kemudian saya telpon tokoh agama, peristiwa itu sekitar tanggal 21 bulan September. Dan untuk makam atas saran tokoh agama agar tidak di pindahkan, namun boleh ditinggikan dan dibuatkan jalan, hal itu sudah disampaikan," terang Kades Pesaguan Kiri Senin(13/10/2025).
Lanjut keterangan Kades, pada tanggal 25 sekelompok warga datang mendapati makam tersebut, yang kemudian di hebohkan. Terkait Parit Kongsi, Kades menjelaskan kalau sifatnya sementara maka pihaknya hanya berinisiatif agar pihak perusahaan bisa memberikan tali asih.
Sanksi Hukum
Menghalangi kegiatan usaha pertambangan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), termasuk kegiatan pemotongan, dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pasal 162:
"Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)".
Pasal ini berlaku jika perusahaan pertambangan telah memiliki IUP yang sah dan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan izin tersebut. Jika perusahaan melakukan penambangan tanpa izin, justru perusahaan tersebut yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Tim red: invistigasi lapangan
Sumber: Tokoh masyarakat dan tokoh agama.
[Lepinus : Kaperwil RM.com Prov. Kalbar]
COMMENTS