Maraknya Praktek Penjualan Seragam Dan Buku Di Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kabupaten Klaten

Klaten, RM Regulasi dari Pemerintah tentang dilarangnya sekolah terlibat penjualan ataupun pengadaan seragam maupun buku ibarat angin lalu. ...

Klaten, RM

Regulasi dari Pemerintah tentang dilarangnya sekolah terlibat penjualan ataupun pengadaan seragam maupun buku ibarat angin lalu. Beberapa sekolah mensiasati penjualan dan pengadaan seragam dan buku dengan cara titip atau meminjam tempat orang di luar sekolah. Namun ada juga sekolah yang secara terang - terangan melakukan transaksi penjualan seragam dan buku dalam lingkungan sekolah.

Merujuk regulasi, praktik pengadaan dan penjualan seragam ini jelas dilarang. Larangan soal Jual beli seragam sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Meski demikian, sudah menjadi rahasia umum jika praktik masih membudaya dan dinormalisasi oleh sejumlah sekolah dan oknum - oknum tertentu. Apalagi, jika masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah dimulai, praktik ini makin menjadi-jadi.

Salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang melakukan praktek pengadaan dan penjualan seragam dan buku didalam sekolah ditemukan di SMPN 3 Karangdowo. Sekolah melakukan kegiatan penjualan seragam di dalam sekolah.

Berdasar keterangan orang tua murid siswa SMP Negeri 3 Karangdowo Klaten, Senin (21/8/2023), pembelian seragam dan buku modul di sekolah.  Anaknya yang baru masuk kelas I, dirinya harus membeli seragam yang harganya Rp 1.2 juta sedang untuk seragam ukuran jumbo Rp 1.4 juta. Orang tua murid tersebut juga harus membayar buku modul sebesar Rp 180.000 - 190.000,.

Di kesempatan lain, Kepala Sekolah SMP N 3 Karangdowo, Ana Dwi Fajari, S,Pd dihubungi justru mempersilahkan awak media datang ke sekolah. Dan ketika di temui di kantornya, Ana seakan  mengiyakan perihal pengadaan serta penjualan seragam, buku tersebut.

Salah satu Kepala Sekolah yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa semua praktek pengadaan seragam tidak lepas dari MKKS kabupaten Klaten. Kepala Sekolah tersebut juga menyatakan tidak setuju dengan praktek - praktek semacam ini.

"Ya saya tidak setuju dengan cara pengadaan seragam maupun buku macam begini, namun justru saya tersingkir (tidak ada temannya)" , katanya, Senin (28/8/2023).

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Titin Windiyarsih, S.Pd, M.Pd, ketika dihubungi via pesan WhatsApp, Selasa (22/8/2023) tidak merespon. 

Secara terpisah Kabid SMP Diknas Kabupaten Klaten, Guntur Sri Wijanarka , S.Psi, MM, Senin (28/8/2023) dengan tegas menyatakan bahwa sekolah di larang mengadakan, menjual seragam dan buku."Pengadaan serta penjualan seragam di sekolah tidak diperbolehkan, dilarang", tegas Guntur.

Lebih lanjut, Guntur ketika ditanya soal sanksi terhadap sekolah yang melakukan pengadaan serta penjualan seragam dan buku ini menyatakan Tentunya apabila melibatkan ASN maka pemberian sanksi mengacu pada PP No. 94 Tahun 2021. Namun perlu dikaji terlebih dahulu melalui pemanggilan dan pemeriksaan serta bukti pendukung.

Abdul Muslih dari perwakilan Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) yang dihubungi, Senin (28/8/2023) mengatakan bahwa pihaknya melakukan pemantauan dan mengumpulkan bukti agar praktek pengadaan seragam dan buku ini bisa dibawa ke ranah hukum. 

Di kesempatan lain, Narwan dari Sanggar Kebangsaan Klaten, menyatakan bahwa pihaknya pernah melakukan audensi dengan DPRD Klaten beberapa waktu yang lalu. Audensi itu terkait dunia pendidikan Klaten. Pihaknya juga menyatakan bahwa praktek pengadaan seragam dan buku masih terjadi dan semakin marak di sekolah. Larangan soal pengadaan seragam dan buku oleh sekolah jelas dilarang namun tetap saja marak terjadi. Sanggar Kebangsaan Klaten menolak dengan praktek jual beli seragam dan buku ini.

Aturan pelarangan penjualan seragam maupun buku sudah jelas, dalam Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang intinya Pendidik dan Tenaga Kependidikan dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam. Demikian juga Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.

Selain itu, larangan tersebut juga tertuang di dalam Pasal 12 ayat (1) Permendikbud 50 Tahun 2022 tentang Pakaian  Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Di dalam pasal tersebut disebutkan pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua atau wali Peserta Didik. Artinya pengadaan pakaian seragam bukan tanggung jawab sekolah/madrasah.

Ditemukan fakta bahwa penjualan seragam dan buku dibeberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri. Hanya berbeda cara praktek pengadaan serta penjualannya.

(Agz - Biro Klaten)