Pancasila dan Tantangan Gen Z: Menjawab Zaman, Menjaga Ideologi

Oleh: Polikarpus Roland Alfa Diapriel Ranmalae Kader GMNI Kota Pontianak & Mahasiswa Universitas OSO Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indon...

Oleh: Polikarpus Roland Alfa Diapriel Ranmalae Kader GMNI Kota Pontianak & Mahasiswa Universitas OSO

Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila—sebuah momen penting yang mengingatkan kita pada dasar filosofis negara ini yang digali langsung dari realitas bangsa oleh Bung Karno. Sebagai mahasiswa dan kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hari ini bukan sekadar peringatan, tetapi momentum untuk kembali menyelami nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi tantangan zaman, khususnya bagi generasi kami: kaum Gen Z.

Kami adalah generasi yang tumbuh di era digital, serba cepat, dan sangat terhubung. Informasi datang dalam hitungan detik, algoritma membentuk cara berpikir, dan kehidupan sosial kerap terkurung dalam layar. Dalam kondisi ini, nilai-nilai ideologi sering kali kehilangan tempat di hati anak muda. Pancasila, bagi sebagian dari kami, hanya diingat saat upacara atau ketika diujikan dalam mata kuliah. Padahal, justru kini lah saatnya Pancasila diuji: apakah masih relevan? Apakah mampu menjawab tantangan generasi digital yang hidup dalam dunia global yang cair dan individualistik?

Sebagai kader GMNI, kami menjawab: ya, Pancasila tetap relevan dan justru semakin penting. Tantangan utama Gen Z bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal krisis makna, krisis arah, dan krisis identitas. Ketika budaya instan, hedonisme, dan konsumerisme mendominasi ruang pikir, kita membutuhkan ideologi yang membumi dan membimbing. Di sinilah Pancasila hadir sebagai kompas moral, sebagai arah perjuangan, dan sebagai fondasi kehidupan bersama.

Sila-sila Pancasila bukan hanya teks normatif, melainkan nilai-nilai praksis. Ketuhanan bukan sekadar ritual, tapi kesadaran akan spiritualitas yang inklusif. Kemanusiaan bukan jargon, tapi aksi nyata melawan ketidakadilan dan diskriminasi. Persatuan bukan basa-basi, tetapi kesadaran untuk merawat kebhinekaan di tengah polarisasi. Kerakyatan bukan sekadar sistem politik, tapi keberpihakan pada suara rakyat. Dan keadilan sosial bukan mimpi, tapi tujuan dari perjuangan kita sebagai generasi yang melek realitas.

Sebagai Gen Z, kita hidup di tengah tantangan besar: krisis iklim, ketimpangan ekonomi, politik identitas, hingga banjir informasi yang membingungkan. Kita dituntut untuk cerdas secara digital, tanggap terhadap isu global, namun tetap berpijak pada akar kebangsaan. Di sinilah peran Pancasila sebagai ideologi jalan tengah—yang tidak ekstrem ke kiri maupun kanan, tapi berpihak pada kemanusiaan dan keadilan.

Sebagai mahasiswa yang bernaung dalam GMNI, kami percaya bahwa nasionalisme bukanlah narasi usang, melainkan keberanian untuk berpihak pada wong cilik, memperjuangkan keadilan struktural, dan menjaga kedaulatan bangsa dari ancaman neoliberalisme dan disorientasi identitas. Kami belajar dari Bung Karno bahwa ideologi bukan sekadar hafalan, tapi harus menjadi darah dan napas perjuangan.

Hari Lahir Pancasila adalah pengingat bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, memegang tanggung jawab besar untuk melanjutkan perjuangan ideologis ini. Kita bukan hanya pewaris kemerdekaan, tapi juga pelanjut perjuangan. Kita tidak boleh apatis, tidak boleh kehilangan arah, dan tidak boleh menjauh dari rakyat.

Kita boleh canggih dalam teknologi, kritis di media sosial, dan global dalam pergaulan. Tapi jangan pernah lupakan: akar kita adalah Pancasila, dan tanah tempat kita berpijak adalah Indonesia.

Mari jadikan Hari Lahir Pancasila bukan hanya momen reflektif, tapi juga titik bangkit gerakan ideologis anak muda. Kita, mahasiswa Gen Z, adalah penjaga masa depan Indonesia. Dan masa depan itu harus berdiri tegak di atas nilai-nilai yang digali dari bumi Indonesia sendiri: Pancasila.

Merdeka!

Hidup mahasiswa!

Hidup rakyat Indonesia!

Hidup Pancasila![Kaperwil radarmetronews.com Kalbar]